GELIAT PASAR TRADISIONAL

Pagi masih buta sekali. . .
Gelap, pengap. .
Sementara di pasar orang2 mulai mengejar harap.
Di antara barisan hujan,
tikus got, sayur busuk dan belacan bertumpuk.

Ibu2 gendut mengeluh becek.
Saat kakinya yang berselop masuk lumpur.
Mengomel pada tukang ayam.
Yang menjual daging kemarin. .
Dengan kesumba dan campuran formalin.

Pasarku. . .
Hari sudah beranjak tinggi.
Tukang becak berdecak2.
Melihat tukang sayur, tukang ikan.
Wanita2 yang lupa dirinya.
Membungkuk dan mempertontonkan auratnya.
Dua dadanya menyembul dari balik leher kebaya.
Dan penjual mainan,
menjadi manusia paling licik,
memanfaatkan tangisan anak cilik.
Terus menggelar dagangannya;
anak2 merengek pada ibu mereka.

Hujan muntah lagi,
menjejali mulut selokan yang sarat sampah,
meluber ke jalan2, dengan lumpur hitam tercampur perut ikan.
Sementara di sana sini,
mulai sibuk dengan tawar menawar.
Di antara bayam yang layu,
cabe yang keriput, tahu tempe yang melambung harganya_dan jengkol yang senantiasa jadi primadona.
Dan orang gila menari2 di antara lagu yang tersiar dari VCD bajakan.

Sementara pengemis mulai memelas.
Dengan dzikir kepedihan dan syair kemelaratan.
Mengharap receh dari balik dompet yang dikempit di ketiak
setiap ibu2 yang lalu.

IRONIS. . .
Sementara diluar sana.
Di tempat yang mereka sebut kota,
para pamong sibuk dengan peresmian.
Tentang supermarket, mall dan tempat hiburan.
Di mana ada tangga berjalan dan diskon besar2an.

Dan pasarku dikampung,
masih sibuk dengan retribusi basa basi dan belanja dengan budget seadanya.
Karena dirumah telah menanti sebuah keluarga.