KETIKA HANDPHONE BERDERING

gadget-freak.jpg

“Eh, udah denger belom?” Tanya Tantri pada ke 3 temannya di sebuah kursi di taman sekolah.

“Apaan?” Tanya Riska antusias sambil tangannya tak lepas dari HP.

“Kabarnya BBM an bisa di android loh, aplikasinya keren.” ujar Tantri lagi.

“Wah, sumpeh lo? Gila aja, baru aja 2 bulan gue make, masak kudu ganti lagi? Apa kata nyokap?” Tini mendengus menatap gadget canggih di tangannya.

“Skalian tu pake aja remote TV!” Sisi menimpali, sontak 4 remaja kelas 3 SMP itu riuh tertawa.

Jam pulang berdentang, ke 4 sekawan itu tak langsung ke rumah, masih sibuk kongkow dan nongkrong dulu di kafe atau mall.

“Ngadem yuk?”Ajak Sisi. “Males banget jam segini udah pulang, ntar gue yang traktir deh.” ujarnya lagi, bisa dibilang dari mereka ber 4 Sisi lah yang paling wah, gak pernah repot walau banyak menandaskan rupiah.

Mereka pun naik taxi menuju sebuah mall di pusat kota.

“Coba aja boleh bawa boil ndiri, gak akan deh kita desak-desakan di Blue Bird gini.” Tantri bersungut-sungut.

“Gila aja lo, kayak udah lihay aja.” Kata Tini.

Riska hanya bisa diam, diantara teman-temannya, ia yang paling sederhana, ia memang tidak tajir seperti Tantri, Tini atau Sisi. Jauh di dasar hatinya, ia pun ingin punya apa yang dimiliki anak orang kaya.

Mereka mampir sebentar di resto di mall, membeli burger dan cola lalu jalan sambil makan. Di sebuah konter HP diadakan promo smartphone. Sontak mata ke empatnya terbelalak tak berkedip.

“Busyet. . . Beneran, serius, gue kudu bilang mama buat ganti ke andro.” Kata Sisi sambil berdecak menyaksikan deretan gadget canggih yang mempesona kaum muda.

¤ ¤ ¤

Riska termenung di kamarnya, ia ingat kejadian di mall tadi siang. Tapi yang paling ia ingat adalah seorang paruh baya yang tak sengaja menabraknya saat mau pulang tadi. Dan ketika ke 3 temannya pulang naik taxi, karena arah pulang berlawanan Riska menunggu angkot di tepi jalan, sebuah mobil menepi di depannya. Riska manggut saja saat si empunya menawarkan tumpangan dan mau mengantarnya.

Broken Angle dari HPnya memecah lamunan Riska, sebuah nomor tanpa nama. Ternyata itu dari om Har yang tadi siang.

Seminggu berlalu, ke 4 sahabat itu sibuk memamerkan gadget terbaru berlabel ponsel cerdas itu.

“Ini gue bisa beli duitnya ditambahin Toni, habisnya bokap cuma ngasih separuh, lagi pelit karena abang gue barusan kuliah ke Amrik.” kata Tini sambil membanggakan ponselnya.

“Emang Toni lo apain kok baik bgt mau nombokin?” Riska mendelik, Sisi menatap curiga.

“Biasa, cowok, digrepe-grepe dikitlah flen. . .” ujar Tini enteng, mukanya mesem mesum. Membuat Riska dan Sisi mengangguk maklum.

“Nah, kalo lo Ris? Sakti lo akhirnya bisa punya andro juga.” Tantri menyelidik.

“Ada deh. . . ” seru Riska membuat ke 3 temannya bertanya-tanya. Ia segera menjauh saat panggilan masuk dari om Har terdengar. Ia pun pamit pada ke 3 temannya, diiringi sejuta tanda tanya dari mata Riska, Sisi dan Tini.

“Tuh anak jadi aneh deh sekarang, suka jalan tanpa kita. Apalagi setelah ada yang nelpon langsung main kabur aja.” gumam Sisi, heran.

¤ ¤ ¤

Di sebuah mall Riska menuju toilet dan segera mengganti seragam putih birunya dengan kaos dan jins pendek. Sesaat kemudian ia bertemu dengan om Har yang mengajaknya nonton di 21, belanja pakaian dan makan-makan.

“Habis ini kita kemana lagi Ris?” tanya om Har agak menggoda.

“Terserah,” Riska nyaris tersedak salad saat mengatakannya, tiba-tiba rasa nyeri berkumpul di seputar perutnya teringat kejadian beberapa hari lalu, di sebuah kamar hotel saat ia menukar kegadisannya dengan sebatang ponsel pintar yang ada di tangan kirinya.

Om Har menatap wajah manis remaja kelas 3 SMP itu penuh nafsu.


Gambar dari:
okalina.com

BACA JUGA:
Desember, Di Sebuah Kota
Di Atas Jembatan Itu

31 thoughts on “KETIKA HANDPHONE BERDERING

Leave a comment