Musik, tarian dan nyanyian dalam kerangkanya sebagai salah satu wujud seni dan media hiburan, adalah hal-hal yang kini tak lagi terpisahkan dalam keseharian kita. Berbagai jenis musik sudah akrab di telinga kita.
Tapi rasanya kita mesti membuka mata, bahwa musik dahulu bukanlah yang sekarang. Dulu jarang-jarang sekarang banyak goyang.
Nah, jadi beberapa waktu yang lalu ada acara musik di sebuah hajatan di daerah saya. Orkes dangdut organ tunggal seperti lazimnya acara hiburan penambah kemeriahan suasana.
Musik dimainkan dan lagu-lagu khas dangdut masa kini mulai dilantunkan. Menghibur dan rame tentu saja. Tapi sekian menit berlalu, mendadak suasana menjadi heboh tak terkira. Apa pasal?
Ternyata si penyanyi mendekati seorang penonton pria yang tengah duduk dan tiba-tiba duduk di atas pangkuan si pria, berhadapan sembari membuka lebar-lebar kakinya dengan goyangan yang semakin gila.
Sontak semua yang melihat termasuk anak-anak menjadi histeria tak terperi, tontonan hari itu sejenak membuat lupa diri.
Kegiatan di belakang panggung juga tak kalah gila, banyak orang yang mabuk miras dan teler pil koplo.
Peristiwa serupa juga (kabarnya) semakin marak terjadi di saat menjelang pemilu seperti sekarang ini. Dalam sebuah kampanye beberapa partai anu ditemukan hiburan musik dangdut yang menyajikan ‘tarian gila’ mengumbar aurat nan mengundang syahwat. Ironisnya, masyarakat melihatnya sebagai hiburan yang diamini, menyenangkan, memabukkan dan membuat orang-orang berbondong-bondong mendatangi. Tak terkecuali anak kecil. Sungguh tak elok pesta demokrasi dinodai hiburan yang tak pantas macam ini.
Saya jadi teringat ketika terjadi penolakan terhadap konser Lady Gaga beberapa waktu yang lalu. Banyak pihak yang melarang bahkan memboikot karena Lady Gaga dianggap merusak moral generasi muda karena penampilannya yang aneh nyleneh vulgar dan terbuka, bahkan dikabarkan ia pengikut kesesatan setan.
Tapi sekarang coba lihat! Hiburan-hiburan rakyat tak lebih terhormat dari Lady Gaga yang sempat kita hujat. Bahkan sampai masuk ke pelosok desa, artis-artis lokal sewaan dari grup musik panggilan berbagai acara hajatan tak sungkan berpakaian minim (bahkan ada yang tanpa celana dalam), menampilkan tarian erotik dengan bergaya seperti orang yang tengah melakukan hubungan layaknya suami istri.
Dan lagi, tayangan-tayangan TV juga tak mau kalah, acara joget-joget berjamaah adalah hal lumrah. Yang paling membuat saya sakit mata saat melihatnya adalah ketika joget sambil sedikit menunggingkan pantat. Dan semua itu sudah seperti sebuah candu yang melenakan.
Tulisan ini mungkin hanya buah tangan saya yang buta hasil pikiran yang mengganggu ketenangan jiwa. Mungkin ada yang menganggap saya sok pintar bicara soal moral, atau sok alim dan munafik. Tapi, jauh di kedalaman hati, saya hanya khawatir tentang anak-anak yang ‘terpaksa’ menyaksikan tontonan hiburan musik rakyat jelata semacam ini. Saya hanya seorang ibu yang mungkin naif memandang dunia di jaman edan ini.
Saya juga miris, musik dangdut yang sudah merakyat jadi memiliki cap negatif karena pergeseran nilai-nilai seni dan hiburan seperti ini menjadikan goyangan erotisme merajalela di mana-mana.
Astaghfirullahaladzim. .
Wallahualam.