KARENA AMAT JADI SARJANA

Tumpukan lembaran kertas berkas laporan keuangan teronggok begitu saja di atas meja kerja Amat. Dengan lemas ia sandarkan punggungnya pada kursi empuk yang bisa berputar 360 derajat itu, ia memicingkan mata dan jarinya memijit-mijit dahi, pusing itu tak mau pergi.

Dengan gontai Amat melangkah ke luar ruangan kantornya menuju balkon dari gedung berlantai 20 itu, ia menghela nafas berat, Amat lupa entah kapan terakhir kalinya ia libur dan mengambil jatah cuti. Jabatannya sebagai manajer keuangan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor tak memungkinkannya untuk bisa libur dalam jangka waktu lama dan tak bisa sering minta cuti.

Tapi kali ini ia benar-benar pusing, stres dan muak setelah keuangan perusahaan terganggu gara-gara proyek pengiriman impor lobster gagal karena udang-udang tersebut mati kepanasan karena cuaca yang tak menentu.

Dan berkas yang menumpuk tadi adalah beberapa daftar kerugian dan tagihan utang.

Bulan puasa tinggal 2 bulanan lagi, tiba-tiba Amat merasa sesak dan rindu kampung halamannya di desa Kayu Bawang kec. Gambut kab. Banjar, Kalimantan Selatan. Ia rindu uma dan abahnya yang tinggal pusaranya saja, rindu rumah kayu batawing ulin di pinggiran handil tempatnya biasa bermain sepeda, rindu hijaunya daun banih dan kuning buahnya bila wayah katam tiba. Ah, sepetak sawah yang terpaksa dijual abah saat Amat kuliah dan lulus jadi sarjana, pahumaan yang dulu memberinya beras dan nasi untuk sepanjang tahun sampai kembali bertemu musim tanam dan mangatam. Bertahun-tahun ia tak pulang, hampir 5 tahun setelah kematian uma abahnya.

¤¤~

Amat berkemas, ia harus pulang kampung hari ini juga, persetan dengan omelan bosnya yang keberatan, masa bodoh dengan Neta, istrinya yang tak bisa ikut karena harus menghadiri seminar kesehatan jadi pembicara disana sebagai dokter kandungan dan melarangnya. Ia segera menuju bandara bersama Ryan anaknya.

Pesawat dari Jakarta itu lepas landas di bandara Syamsudin Nor Landasan Ulin, Amat bergegas mencari taksi dan menuju desa Kayu Bawang.

Ia sedikit terperangah, jalan aspal yang dulu sempit kini telah diperlebar dan nampak baru, di kiri kanan jalan dipenuhi orang berjualan dan beberapa toko bahan bangunan. Sungai berair hitam tempat ia biasa bermain lanting kini telah menyempit dan disesaki sampah. Yang paling mencolok matanya adalah barisan perumahan yang tepat membelah areal persawahan, menodai hijaunya daun banih yang baru selesai tanam.

Beberapa menit kemudian Amat tiba di desanya, ia melangkah menuntun tangan anaknya tapi tak jua menemukan rumah orang tuanya. Beruntung ia bertemu julak Burhan, pria tua yang dulu menjadi kaum langgar sampai sekarang.

“Astaga, Amat, ikam kah ni Mat!” julak Burhan kaget melihat Amat dan menepuk bahunya.
“Inggih, lak ae, ulun mancari kubur uma abah, tapi asa bingung pas sampai disini kada kaya dahulu lagi.” ujar Amat sambil melihat sekeliling.
“Nah. . Ayuja, naik ka rumah julak dahulu kaina ku kesahkan.”

Lalu Amat mengikuti julak Burhan menuju rumahnya yang mana hanya berjarak 5 buah rumah dari rumah orang tuanya.

“Mat,” julak membuka pembicaraan sambil menatap pada barisan perumahan di hadapannya. Amat menunggu.

Dari cerita julak, airmata Amat mengalir begitu saja. Ternyata, setelah abahnya menjual sawah, para pemborong dan orang-orang proyek perumahan berdarah Cina itu juga membeli tanah disekitarnya dan lalu membuat perumahan tepat di area persawahan. Puluhan bahkan ratusan rumah telah berjejer rapi siap huni. Membuat banjir melanda jika musim hujan tiba, dan hama tikus semakin tak terkendali populasinya.

“Sudah 3 tahun banih kada tapi mau baik lagi.” ujar julak Burhan, gamang dan sedih.

Dan tentang rumah orang tua Amat, setahun lalu terkena pelebaran jalan, sehingga terpaksa di robohkan. Tanah tempat kuburan uma abahnya sekarang telah berdiri kantor pemasaran untuk perumahan tersebut.

Amat terdiam, jika saja ia tak kuliah ke kota, andai saja ia tak jadi sarjana, ah. . Andai saja anak muda sekarang tak terlena dengan mimpi manis untuk jadi orang kantoran, mungkin sawah-sawah itu masih bisa memberikan padi berkwalitas baik dan tak akan terjual pada para pengusaha dan cukong dari Cina. Amat memeluk anaknya dan menyimpan tangisannya.

TAMAT

Arti kata:

Uma abahnya= ibu bapaknya.

Batawing ulin= berdinding kayu besi/kayu ulin.

Handil= seperti gang tapi lebih luas dan panjang.

Banih= padi.

Wayah katam, mangatam= musim panen, memanen.

pahumaan= sawah.

Lanting= susunan batang pisang yang dibuat perahu.

Julak= paman/ panggilan hormat untuk orang yang lebih tua.

Kaum langgar= wakar mesjid.

Inggih= iya.

Ulun, ikam= saya, kamu.

Asa= rasa.

Kada= tidak

20 thoughts on “KARENA AMAT JADI SARJANA

  1. Setiap keputusan hidup, pasti ada sisi baik buruknya….

    Andai saja Amat tak menjadi sarjana, juga belom tentu kampung halamannya akan tetap seperti dulu..

    Tapi di jaman sekarang ini, kaum pribumi memang sudah kesulitan mencari tempat tinggal di negerinya sendiri…
    semuanya telah di kuasai orang asing…
    penjajahan masih tetap berlanjut…

    Rakyat indonesia pergi keluar negeri, untuk menjadi pekerja…
    Orang asing datang ke indonesia, untuk mempekerjakan….(di lihat dari rata²..)

    Terus kita harus bagamana..???
    yuukk kita pikir sambil minum kopi….hahahaha
    (mumet njlimet kalau harus memikirkan semua itu…)

    Like

  2. @Djacka Artub,

    jadi rumit ya kang djacka. Pdhl ini cuma cerita yg dikarang2 aja. He. . .

    Tp based on a true story.
    Jd mikir. . . Sy juga gak bs ngelakuin apa2 saat areal perswhan di daerah sy dibuat jd perumahan, sy hnya bs menulisx jd cerita yg membeberkan realita.

    Like

  3. @Ach Shofwan,

    masama.

    @eanreana.

    Iya ae, skrg di Gambut beras siam yg bagus sdh di kisaran harga 10 ribu-11 ribu perliter.

    Like

  4. minyak di tunggu tumbalnya ama cobacknya, . . .jangan ingat gak usah mampir ketempatku. . .

    Kira2 klo k0men c0pasnya gtu gmn bunda?

    Like

  5. Selamat siang gan , maaf kalau cuma bisa hadir saja , kalau berkenan bisa mampir,rating dan follow aku ya , nanti aku ratback & follback 🙂

    Like

  6. Tp yg jadi sadar seperti Amat jg skrng jarang,,
    Ilmu sarjananya mengalahkan hubungan kasih dan pengorbanan ortunya…

    Namanya orang tua,pingin anaknya pandai dan sekolah setinggi2nya walau apa yg dimiliki hrs dijual.

    Like

  7. Aku suka banget sama ceritanya Bunda.
    Apalagi karakternya Amat, aku suka. 🙂

    Mampir jugaa Bunda ke Gubukku? 🙂

    Like

  8. Ceritanya sarat dengan perenungan, aku suka banget dengan alurnya.
    Kangen banget dengan tulisan" bunda rus, lama ga bloging ga taunya penyakit lelet koneksi dan comt mental masih saja, dri kemarin comt ga nyangkut Bun 😉

    Salam santun dan kangenku

    Like

Leave a comment