SOSIAL MEDIA ATAU MEDIA KESENJANGAN SOSIAL ??

social-media-writer-logo.jpg
Gambar: http://www.socialmediawriter.co.uk

Semenjak saya aktif bersosial media (facebook) sekitar 4 tahun lamanya, saya benar-benar merasakan ada banyak perubahan dalam hidup dan hubungan antar sesama manusia. Meski awalnya saya bersosial media karena ingin menyalurkan hobi menulis (sebelum punya blog ini), tapi toh pada akhirnya menulis__dalam konteks yang lebih serius dan memikirkan tentang azas manfaat__bukan lagi hal utama, saya malah keasyikan membahas trending topic yang lagi hits, bergosip online atau ikut-ikutan situasi atau fenomena yang sedang hot.

Apalagi saat punya android beberapa waktu lalu, saya sempat aktif di BBM dan punya akun twiter juga (sempat kepikiran pula buat punya akun Instagram, tapi gak yakin apa akan kuat mental? Wkwkwk. . .) Walau akhirnya saya tinggalkan karena telah sampai pada titik kesadaran tentang lebih banyaknya mudharat yang di dapat ketimbang manfaat (edisi insyafnya sang Juru Kunci Facebook, xixixi. . .)

Dan belakangan saya juga berhenti main FB (padahal dari FB lah yang membuka jalan saya sampai bisa aktif ngeblog hingga saat ini) setelah berbagai pertimbangan panjang atas berapa banyaknya waktu produktif yang terbuang sia-sia di sosial media.

Saat di sosial media, saya adalah orang yang tampil apa adanya (walau tak pernah pajang foto profil gambar pribadi), saya bukan orang yang berbeda di dunia nyata ataupun dunia maya. Saya adalah saya yang senang menyuarakan apa yang tengah saya rasakan.

Tapi ternyata, dunia memang telah berubah banyak. Banyak orang-orang yang sangat berbeda ketika di dunia nyata dan di dunia maya. Banyak sekali pribadi-pribadi aneh nan absurd yang jauh sangat bertolakbelakang dengan jati diri aslinya di dunia nyata. Masing-masing orang menampilkan apa yang mereka bisa punya dan pencapaian-pencapaian dari segi materi.

Dan ketika saya semakin menyadari bahwa sosial media hanyalah sebuah media kesenjangan sosial gaya baru di era modern, maka keputusan saya untuk berhenti bersosial media adalah tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Sosial media seringkali menjadi galeri pameran gratis bagi para penggunanya, yang ketika seseorang memposting gambar sesuatu, rasanya amat tak mungkin jika tanpa rasa riya, ujub atau ingin pamer, minimal ingin dilihat dan dikomentari.

Maka bertebaranlah status On The Way tempat wisata anu, naik anu, terbang anu atau posting gambar di jok depan mobil anu, sepatu merek anu, anak bayinya si anu, bulan madu di anu, perceraian si anu, janda anu, kekasihnya si anu, jablay anu, sampai kentutnya si anu di seberang pulau anu pun ada laporannya di berandamu!!

Dan sebuah fakta yang paling miris adalah:

“Facebook mengingat lebih baik hari ulang tahunmu dari pada temanmu.”

Bisa dipastikan saat tanggal hari lahirmu ada sekian puluh kawan di sosial media yang ucapkan selamat padamu, tapi hanya sedikit yang benar-benar ingat dan mengucapkannya di dunia nyata, dan bahkan tidak ada yang mengingatnya. What an ironic life?!!

Inilah yang membuat perubahan drastis dalam cara bersosialisasi dan menyapa. Pergaulan bukan lagi tentang tatap muka, tapi beralih pada opsi antar beranda dan pola ketik kata dan berselfie ria di laman sosial media.

Banyak sekali hal-hal di luar kontrol yang terjadi dan lepas kendali. Mempengaruhi keseharian penggunanya, mencuri waktu dan kesenangan dengan kedok hiburan, bahkan sosial media dapat merampas bagian-bagian terpenting dalam hidup manusia sebelum kita menyadarinya.

Kesenjangan di sosial media ternyata lebih menyakiti daripada ketimpangan yang terjadi di dunia nyata. Karena kalau di dunia nyata kita bisa melihat orang seperti adanya sedangkan di dunia maya orang akan terlihat seperti apa yang berusaha mereka tampilkan. Maka jangan kaget bila ada orang yang di dunia nyata nampak sopan dan baik tapi justru kasar ketika bersikap di sosial media. Atau orang yang nampak begitu alim dan jaim ternyata biasa saja di dunia nyata, dan sebagai-sebagainya.

Dan ternyata, setelah saya mengundurkan diri dari hiruk pikuk sosial media dan segala keanehannya (tak perlu lagi melihat dan merasakan segala bentuk kesenjangan sosial itu), saya telah menemukan lagi produktifitas dan kreatifitas dalam hobi menulis ini. Saya tak perlu lagi merasa diintervensi oleh teman di sosial media yang memuji ataupun menghina (tulisan) saya. Karena pujian ataupun hinaan akan sampai pada satu titik temu yang dapat menghentikan visi dan misi awal dalam menulis.

“Pujian dapat mematikan kreatifitas (membuat kita cepat puas) sedangkan hinaan menjatuhkan mentalitas.”

Selamat tinggal sosial media. . .

28 thoughts on “SOSIAL MEDIA ATAU MEDIA KESENJANGAN SOSIAL ??

  1. Assalamualaikum…

    Tapi ga akan mengucapkan selamat tinggal pada MWB kn, bu?

    Dan untuk soal FB, aku ga bisa koment banyak krn aku tak tertarik. Dan aku bukan orang yg aktif di sosmed, punya 1 akun twitter aza, jarang bgt update status.

    Menurutmu apa yg membedakanku di dumay & duta?

    Like

  2. @eanreana,

    wa alaikumsalam.

    Insha Allah gak akan. Teringat perjuanganq ketika pengen bgt punya blog sndiri. Sayang bgt kalo sdh punya kyk skrg malah mau brhenti.
    Aq ingin tetap menulis.

    Bedax apa ya??
    Rasax kamu tetap org dgn profil asli yg tetap sbg dirimu dan tdk berusaha membentuk suatu personal branding.

    Like

  3. Saya memang punya akun FB dan Twitter,tapi hanya ingin daftar saja.Sama sekali ga pernah aktif di sosmed tsb, meski selalu mendapat email ajakan dari pihak FB dan Twitter.Pengalaman dari Mig33 yg hanya tdk sampai seminggu membuat saya ga suka bersosmed.Orang saling melempar kata jorok,memaki,mengancam,dsb di room.Pokoknya membuat saya tidak betah.Sosmed memang menyita waktu tanpa kita sadari dan justru mematikan sosialisasi itu sendiri.Contohnya waktu pengajian harusnya mendengar ceramah malah jadi ajang kontes pamer hp,kumpulan karang taruna apa lagi.
    Kita sibuk main hp tanpa peduli lingkungan kita, biar dikira gaul.Padahal umur kita tinggal sedikit dan saatnya sosialisasi nyata dan peduli lingkungan kita.
    Salam…

    Like

  4. ada yg kurang tuh sempak anu belum. Haha

    Btw in the bus way, i'am on the way.. Yaa begitulah bund, sebuah kedok utk melingkupi gelapnya era modern, semua bisa berklamufase, tapi bagiku CUEK AJA…

    Like

  5. @Oprinx,

    benar sekali itu. Trnyata sosial media justru mematikan sosialisasi itu sndiri.

    Trimakasih atas komentarmu yg amat sgt super ini. Smakin menyadarkn sy bhw keputusan brhenti brsosmed itu emang gak slh.

    @Muhammad Arbain

    haha. . . Sempak anux msh dijemuran Im.

    Like

  6. benar juga apa yang anda sampaikan, tetapi dalam menyingkapi hal tersebut, kita harus bisa bisa membawa diri kita agar tak terjerus, pertama dengan meneliti diri kita sendiri, apakah berdampak buruk pada diri kita.

    Like

  7. sama, q skrg dah jarang onlen d efbe atw tuiter, hihii paling sekedarnya ajah

    n benar lagi, q kenal org yg tampak'y alim n jaim d dunyat malah ga tw malu d dumay.. hmm

    Like

  8. Biasanya kalau ada orang yang statusnya cuma pamer atau gak jelas gitu langsung aku unfriend,

    sekarang sih beranda FB penuh sama status dari grup yang aku minati dan syukur dari grup-grup itu jadi banyak tahu, bantu-bantu orang yang nanya, dan tentunya jadi lebih update.

    Kalau dipikir, ada benarnya juga memang, termasuk saya yang suka lupa waktu kalau udah berkutat di depan hp xD hahaha
    Dibandingkan FB, twitter lebih parah lagi :3

    Like

  9. Bagiku yg kebetulan kebanjiran manfaate sh malah seneng bingit mbak ama sosmed (dlm kasusku fb), selain terkadang dapet nope sekaligus anu. Ternyata kebukti juga kalo tarik ulur duit orang itu gampang.(wkwka janda taiwan…) modalnya jempol doank +gretongan never die.. 😀

    NB : "but the times to tobat…."

    Like

  10. What? Dikau campakkan sosmed begitu aja setelah kau dapatkan segalanya darinya? Kejam!!! 😀

    Lebih dari 6th aku pesbukan mbak, n bisa dibilang masih aktif sampe sekarang (walau cuma buka beranda doang). Sosmed (FB) sesuai perkembangannya begitu kontras dengan saat pertama kali aku mengenalnya dulu. Mungkin aku adalah salah satu pesbuker yg benar2 merasakan manfaatnya, salah satunya adalah menemukan kembali teman2 lama yg sudah belasan tahun lost kontak.

    True story : pada suatu hari adikku iseng2 SMS sekedar nanya kabar teman baiknya yg udah lama gk kontak. Singkat cerita akhirnya istri temannya yg balas SMSnya yg isinya notifikasi kalau suaminya (temannya adikku) sudah meninggal 1 bulan yg lalu. Setelah adikku minta maaf, dia bertanya padaku, "kenapa gk ada yg ngabari aku?". Dan akupun menjawab, "Andai kamu masih buka berandamu".

    Kembali lagi pada azaz manfaat yg mungkin saja akan berbeda karena buatku FB tak hanya seputar status, like, foto dan komentar.

    Like

  11. Anti sosial, karena media sosial. 😀

    Yang biasanya selalu berkunjung ke rumah temannya, tapi ketika ada media sosial, cukup berkunjung di wall fb.. ckakakakak

    Media sosial itu ibarat sebuah mata pisau.
    Bisa digunakan untuk hal² positif, dan juga bisa digunakan untuk hal² yg negatif.

    Sebelum punya blog, aku jg sering menulis di fb. Tapi sering juga mendapat cacian.
    Tapi setelah aku punya blog, dan kembali menulis di fb, tak ada lagi yg berani mencaci. wkwkwk

    *Jangan berkecil hati ketika dicaci
    *jangan tinggi hati ketika dipuji.

    Jadikan pujian dan cacian sebagai motivasi untuk meraih prestasi yang lebih tinggi.. hehe

    Like

  12. @John Kampret,

    Mendptkn segalax yg bgmana ya? Tdk juga, yg terasa kejam justru kalo sy semakin byk kehlgn waktu produktif gr2 sosmed, sy hny ingin brhenti mjd org yg ketika bngun pagi buru2 buka beranda dan bknx cuci muka dan sblm tidur malah melek liatin status org yg sbnrx gak penting2 amat. Sy hny ingin menghlgkn rasa parno dan hampa kalo blm buka FB seharian. Kecanduan akut itu bnr2 harus diatasi secptx.

    Mungkin situasi yg kt alami memang brbeda. Ada yg memang sosmed mendtgkn byk manfaat, ada juga yg byk mudharat.
    Dan sayangx makin kesini sy mkin sdr kalo aktivitas sosmed sy mulai mengganggu dan minim manfaat.

    Yah. . Mungkin trmasuk rumitx hdup para perempuan yg super kompleks; mkin lama beranda mkin penuh dgn hal2 yg cukup menguji kesbrn mata dan kekuatan jiwa.

    Like

  13. @Djacka Artub,

    kalo sy mlh seblikx, sy justru jd sering dibully stlh punya blog dan konsisten menulis.

    Maux sih begitu (meraih prestasi lbh tinggi) tak peduli apakh itu dipuji atau dicaci. Tp nyatax sy sdh smpai pd tahap bhw ke duax (pujian dan hinaan itu) brpotensi mematikan langkah sy.
    Entahlah. . .
    Mungkin sy memang tak sekuat yg trlihat, minder kronisx sering kumat.

    Like

  14. Saya pun merasakan. Dampak dr sosmed ini.,
    apalagi di facebook, heran bngt ma tmen di FB.. Dikit2 update status, ya kalo bkin statusnya brmanfaat..
    Ni malah bicara kasar..

    Remove deh . .
    Hhhh. .

    Tpi saya sangat tertarik sama yng namanya BLOG..
    Meski hanya bisa mengulas, dr blog2 tetangga..

    Hehe. .

    Like

  15. @Blog 10 November,

    iya, seringx memang gitu.

    Kalo d blog kan kita mesti mikir bnr2 dulu buat menulis sesuatu, dampakx kan bsr bgt krn dpt d bc org byk.

    Like

  16. pengalaman tiap individu emang beda²…

    saya masih aktif di fb dan di mwb.
    twitter mah udah lama saya telantarin.

    🙂
    kadang jenuh, bosan, dan bnyk waktu terbuang…

    🙂
    dan meninggalkan sosmed dg alasan yg tepat memang bisa jadi solusi yg baik.

    Like

  17. Itulah dunia maya yg kadang melenakan bahkan penghiburan ? Ya karena kita bisa menjadi apa dan siapa aja..mau pamer foto pake background numpang juga gk ada yg protes..tp bener juga,,brani ber medsos mesti kuat mental agar tdk terpelanting dlm angan2,,

    Like

  18. Mau pajang asli atau palsu di media it pilihanmu… Itu pun yg asli hanya gambar wajah mungkin, pekerjaan dan usia, nah pertanyaannya apa it ckup mengungkap kedirian tiap individu? Sejauh yg saya lihat dunia nyata lebih ckup mudah menyamarkan diri dari sisi efektifitas terutama karakter dan sifat karna tindakan subjek menyentuh langsung subjek lain baik bhasa dan tindakan..
    Tentang fb,dan embel2nya bnyak tergantung pada status nyata sosial anda. Jika kau merasa diri tidak diperhtungkan maka buat apa berlagak sok keren dgn profile asli? Jika pun iya data asli, tetap saja tdk dapat dilekatkan nilai seakan rendah dr dunia nyata, bgaimanapun karakter virtual tetap hampa dan miskin untk dinilai.
    Nice post

    Like

  19. @Supriady GB Pattola,

    Anda benar, karakter virtual memang hampa dan miskin untuk di nilai, tetapi sekarang ini itulah yg sering jadi acuan dan tolok ukur dlm menilai seseorang. Krn itulah mode pembentukan "personal branding" jd amat sgt populer di dunia maya.

    Terima kasih ats komentarmu yg sgt super ini.

    Like

Leave a comment