Tadi malam, di sebuah stasiun televisi swasta saya menyaksikan sebuah acara yang mengulas tentang kehidupan tokoh2 inspiratif. Dan tokoh yang ditayangkan saat itu ternyata adalah mantan presiden Republik Indonesia yang ke 6 SBY dan istri beliau ibu Ani.
Acara tersebut mengulas tentang perjalanan mudik pak SBY ke kampung halamannya Pacitan sebagai rakyat biasa setelah sepuluh tahun lamanya menjadi seorang pemimpin negara.
Ternyata ada banyak hal yg luput dari perhatian saya (mungkin juga anda, kita semua) selama ini tentang sosok seorang SBY. Saya menulis ini tidak ingin membahas tentang politik atau kepemimpinan beliau selama jadi presiden. Tapi ada sesuatu yg membuat saya rela menggerakkan kemalasan jempol di keypad handphone jadul berbasis Java ini. Ya, sisi lain tentang pak SBY yg ternyata amat menggandrungi dunia seni mengolah kata. Sebuah puisi yg tanpa sadar membuat saya entah kenapa mampu meneteskan airmata.
Sepanjang tayangan itu pak SBY menceritakan kisah masa lalu sedari kanak2 sampai remaja. Flashback ke tempat2 penuh kenangan di Pacitan semua diceritakan dengan ceria. Sebuah perbedaan yg amat sangat mencolok adalah wajah beliau yang nampak lebih cerah dibanding ketika jadi presiden dahulu. Karena beban dan tanggungjawab yg sangat besar dalam memimpin penduduk yang 250 juta jiwa yang tersebar dari Barat sampai ke Timur memenuhi ribuan kepulauan adalah bukan perkara mudah dan itu lebih dari cukup untuk merampas kenyamanan istirahat seorang kepala negara.
Selain puisi, beliau juga menyukai olahraga dan sering menikmati waktu bersama keluarganya. Sebuah hal sederhana namun berharga yg orang biasa seperti kitapun barangkali kerap melewatkannya.
Satu hal lagi yang paling trend saat ini adalah tentang ibu Ani yang ternyata sangat menyukai batu akik. Ini pulalah yg membuat beliau sangat ingin memajukan sentra kerajinan batu akik khas Pacitan. Hal ini membuat dalam hati saya diam2 berharap bahwa suatu hari ibu Ani harus mengunjungi Kota Martapura (yang populer dijuluki Kota Intan) yg sejak dulu telah jadi daerah penghasil dan pengrajin batu2an termasyhur di tanah Borneo, Kalimantan Selatan khususnya.
Oya, kembali ke pasal puisi pak SBY tadi. Inilah dia puisi apik berjudul
HARI LALU ANAK PACITAN (sumber dari sini):
Ombak2 tinggi itu masih menderu
Seperti dulu,
Menghempas karang, lepas berkejar-kejaranMenggulung pasir2 putih lembut
Di batas laut
Burung2 camarpun masih terbang
Mengepak, melayangBerarak di atas pepohonan pinus
Tak ringkih meski kurus
Menutupi tanah tua berbatu tandusDulu,
Bersama teman2, aku datang berlarian
Mengejar ombak di sela-sela batu karangRiang,
Berdendang,
Bercanda dengan buih
Dan ikan2 kecil kuning putih,
Yang berkata tidak pada letihDulu,
Aku juga mendaki bukit
Duduk di batu2 di atas ngarai sempitMelukis alam ciptaan Tuhan
Yang tak lapuk oleh putaran zamanDulu,
Dalam belaian angin laut yang tak pernah mati bertiup,
Dan bayang2 bintang yang tak pernah redup,
Kutulis dan kurajut puisiku,
Getaran dan ekspresi jiwakuSatu-satu,
Lalu kubiarkan puisi itu terbang ke laut lepas
Menembus cakrawala tanpa batas,
Hidup di taman keabadian, apa adanya,
SelamanyaDalam syukur kepada Sang Pencipta
Kupandang, kusapa laut lepas yang membiru
Di keindahan teluk itu,
Yang setia memantulkan sinar mentari pagi,
Mengabarkan rindu hatiDalam harmoni, dan Nyanyi ombak dan burung kenari
Di ujung timur,
Dalam pejam kulihat perahu2 penangkap ikanBerlayar, sunyi di kejauhan,
Bagai bertutur kepada zaman di hadapanTentang kisah dan legenda panjang kakek nelayan
Yang berwindu-windu bersahabat dengan alam
Meski hidup tak mudah
Terlunta, tertatih dan hampir pasrahDan dengan tangan bergetar lalu ia menengadah
Lirih bertanya, adakah alam ini menjanjikan berkah?
Kawan, dengan takjub mesti kuabadikan
Semuanya,
Dalam jiwa2 yang merdekaKarang, pendar buih dan ombak yang tak henti berkejaran
Pinus, bunga selasih dan cemara tua yang menari-nari tak berkesudahan
Semuanya,
Dalam kidung, lukisan dan syair2 rinduDi melodi kehidupanku,
Buat kado hari laluku,
Hari lalu Anak PacitanSusilo Bambang Yudhoyono
1 Januari 2013
Sebuah puisi yang sangat indah bukan? Kata, diksi dan majas sajaknya jelas tidak ditulis dengan sembarangan. Benar2 untaian kata yang mampu mengaduk perasaan saya, tentang kerinduan seorang anak negeri pada kampung halamannya. Tentang seberapun jauhnya burung terbang, kaki anak manusia melangkah, ia akan tetap kembali ke sarang, pulang.
Bravo pak SBY.