SEBENTUK HEDONISME ITU BERNAMA NGE-MALL

Siapa sih yang gak suka ke mall?

Merasakan kemudahan berbelanja dan dimanjakan diskon dan sale besar-besaran, makan-makan di gerai-gerai makanan cepat saji, atau sekadar cuci mata hang out bareng temen sambil ngadem menikmati ruang sejuk berAC.

Ah, mall. . .
Gedung besar bertingkat yang identik dengan tangga berjalan, yang diklaim menjual semua kebutuhan dan keinginan manusia itu memang mengundang kesenangan dan gairah mata.

Sejak terpuruknya perekonomian Indonesia karena diguncang krisis moneter di tahun 1998 lalu, negara kita terus berusaha bangkit dengan tetap memegang erat-erat azas ekonomi kapitalis yang kita adopsi mentah-mentah dari Barat. Geliat raksasa bisnis mulai bangkit dari tidurnya. Maka selama rentang waktu dua dekade terakhir ini semakin menjamurlah pusat-pusat perbelanjaan dan mall-mall (mulai dari minimarket, super, sampai yang hyper) yang keberadaannya justru terasa ironis di tengah kelesuan pangsa pasar sistem jual beli tradisional kita.

Bahkan ada salah satu nama brand minimarket A***mart yang mencanangkan pembangunan untuk setiap 1 km jalan akan ada setidaknya 1 buah A***mart hingga pelosok daerah. Hebat bukan? Tanpa saya jelaskanpun kita akan dapat membayangkan bagaimana dampak ke depannya bagi ekonomi kerakyatan dan para pelaku usaha kecil.

Apalagi menjelang lebaran, akhir tahun atau pada saat liburan sekolah, bisa dipastikan mall dan pusat pebelanjaan itu akan sangat bermurah hati memangkas harga barang-barang, mengobral diskon besar-besaran, tak tanggung-tanggung bisa sampai 90%. Belum lagi kemudahan dan bonus belanja bagi pemegang kartu atau voucher tertentu. Jua pemberian kupon nominal sekian puluh ribu untuk setiap pembelian beberapa ratus ribu dan kelipatannya, yang hanya bisa digunakan dihari itu, dan dengan sedikit agak jahat (yang sangat saya sayangkan) tak dapat diuangkan. Haha. . .

Mall. . . Mall. . .

Benar-benar sebuah surga hedonisme kesenangan semu, apalagi bagi kaum hawa yang kerap menjadi klepek-klepek, lemah tak berdaya oleh yang namanya potongan harga. Wanita sering terlena oleh bujukan untuk menandaskan uang pada jargon sale sepatu atau baju “beli dua gratis satu”. Duh. . . Benar-benar strategi bulus kapitalis untuk menghabiskan stok barang yang sudah out to date.

Juga terlena pada barang-barang yang dari labelnya menegaskan bahwa itu brand ternama yang _mungkin saja_ entah KW berapa. Maka tak heran, bila mereka yang tak berduit hanya akan menjadi lapar mata pasca kegiatan cuci mata.

Para remaja ababil hasil karbitan zaman juga tak ketinggalan nongkrong di food court dengan dandanan minim yang mendeklarasikan bahwa mereka cabe-cabean yang tengah mencari mangsa para dermawan yang dengan suka rela menggelontorkan beberapa lembaran rupiah dengan barter sedikit grepe-grepe atau ‘stimulasi fisik melenakan’ (apa itu?). Semua demi gaya hidup di tengah arus deras peradaban, demi ngemall bergengsi dan sebuah cup minuman di Starb***s, atau sepotong paha ayam di KF*.

Hmm??

3 thoughts on “SEBENTUK HEDONISME ITU BERNAMA NGE-MALL

  1. Assalamualaikum …

    Untung di kotaku ga ada mall.

    Sesekali suka jg ke mall kl kebetulan sedang keluar kota.

    Kl di mall lebih suka beli barang yg emang ga ada di luaran(psr tradisional), biasanya koleksi teddy bears yg unik.

    Like

Leave a comment