MENANTI HUJAN

Apakah kemarau yang panjang, ataukah hujan yang terlambat datang?

Sampai kemarin ku temui gerimisnya di mataku.

Angin begitu hampa dan kering, gulma mengeriput terperosok di sela rengkah tanah. Aroma kabut berkeliaran di udara, mengabarkan derita hutan yang tenggelam di telan kebakaran. Juga nyanyian padi usai panen.

Kemana hujan pergi?
Pada awan gemawan yang nanar dipermainkan cuaca, ataukah menjelma pada mendung di langit barat, menjerat air, hujan urung mengalir?

Atau barangkali ia mengalirkan anak sungai di mata ku, dan menggenang darah luka di kubangan hatiku? Selepas kau janjikan ikrar yang ternyata tega kau ukir selaksa ingkar. Serupa mendung angkasa, sedang hujan tak menyinggahinya.

Sampai ku lihat anak-anak itu berhenti mengejar hujan, riuh dalam euphoria musim kering yang menjanjikan tanah persawahan berubah menjadi arena permainan. Layang-layang yang mereka terbangkan putus di hempas angin. Dan burung-burung pipit memburu bulir padi yang berguguran pada tanah.

Sementara ragaku kosong terpaku di bawah dahan Ketapang yang daunnya memerah saga, serupa wajah matahari senja. Jatuh satu-satu berserak tercampur debu.

Duh. . . Gerangan apakah yang hendak Kau kabarkan ketika hujan masih jauh di ketinggian langit? Rumput-rumput berdaun cokelat masih setia dengan tasbihnya. Dan sekelompok anak di sana tak peduli hujan ada di mana.

Barangkali lantaran hujan beberapa musim lalu pernah menjebak pertemuan-pertemuan kita. Bagaimana aku mencintai hujan dan membenci gunturnya di saat yang sama. Barangkali kenangan karena perpisahan kita di saat penghujung musim hujan tiba. Dan perkara jaketmu yang pernah tersampir pada bahuku, kerap ku harap bahwa hangatnya masih terdekap. . .

---

---

Gambar kemarau: rohis-facebook.blogspot.com
Gambar hujan: terasimaji.blogspot.com